Oleh: Yohanes Basticovan
(Siswa Seminari Menengah St.Vincentius A Paulo – Garum)
(Siswa Seminari Menengah St.Vincentius A Paulo – Garum)
“Badai panggilan,” merupakan dua kata yang menjelaskan bagaimana keadaan umat Allah pada zaman sekarang.
Panggilan Allah merupakan anugerah besar yang diberikan Allah kepada seseorang (ciptaanya). Panggilan ini tidak sembarang panggilan, tidak semua orang mendapatkan anugerah ini. Panggilan Allah erat kaitanya dengan hidup bagi seorang calon imam, bruder, suster atau seseorang yang mengabdikan dirinya pada Gereja. Bukan hanya mengabdikan diri pada Gereja saja, melainkan juga berani mengorbankan diri, meskipun harus mempertaruhkan nyawa sekalipun. Dengan kata lain, panggilan Allah juga dapat disebut sebagai pelayanan diri pada Allah. Sebenarnya, Allah memanggil orang pilihanya, guna menguji sampai dimana pelayanan dan kesetiaan yang dilakukan manusia terhadap penebusnya. Selain itu, umat Allah juga dituntut untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan Kristiani mengenai penghayatan diri pada Kristus.
Pada zaman sekarang, panggilan Allah dihadapkan pada zaman yang semakin berkembang dan maju. Dimana telah banyak terjadi perubahan pada pemikiran umat Kristiani, yang tidak peduli pada panggilan Allah dan cenderung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih. Jadi dapat dikatakan, bahwa pada zaman ini Allah telah di nomor duakan dan dibandingkan dengan kemajuan zaman dan teknologi. Banyak umat Allah yang sekarang semakin tidak memperdulikan tentang perkembangan Gereja. Kenyataan yang tidak diragukan ini, menjadi tantangan bagi Gereja untuk menyadarkan kembali umat Allah dalam menanggapi panggilan Allah. Tantangan ini juga membuat Gereja lebih memperhatikan keadaan umatnya yang semakin terbawa arus perkembangan zaman.
Persoalan-Persoalan Dalam Menanggapi “PANGGILAN ALLAH”
Banyak persoalan-persoalan yang mempengaruhi umat Allah dalam menanggapi panggilan adalah sebagai berikut. Pertama, kurang paham dan kurang mengerti terhadap apa yang dinamakan “Panggilan Allah.” Kebanyakan umat memahami panggilan Allah, sebagai tanggapan untuk menjadi imam atau suster. Sehingga sedikit sekali ditemukan orang yang secara tulus memberikan bantuan untuk Gereja. Misalnya, memberikan sumbangan bagi umat Allah yang lemah dan kurang mampu. Atau bahkan menyediakan diri setiap hari untuk menjadi misdinar (bagi kaum muda), menjadi lektor, atau bahkan menjadi asisten imam. Hal-hal kecil ini dapat menjadi permulaan yang baik bagi umat Allah yang mencintai Kristus. Namun, sekarang sedikitlah yang memberikan dirinya untuk melayani Tuhan.
Kedua, kemajuan zaman yang semakin mejauhkan umat Allah terhadap panggilan Allah sendiri. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, membuat umat Kristiani lupa terhadap tugas-tugasnya sebagai umat Kristiani, seperti menggunakan handphone ketika misa. Zaman yang semakin modern, menjadikan umat tidak setia lagi pada Allah.
Ketiga, sikap dan kesadaran kaum muda yang kurang aktif dan kurang perhatian pada panggilan Allah, misalnya tidak adanya kemauan untuk menjadi imam atau suster. Hal ini berimbas pada jumlah siswa seminari, yang semakin tahun semakin sedikit. Tidak hanya itu saja, kadang juga ada orang tua yang melarang anaknya untuk menjadi imam atau suster, walaupun anak tersebut ingin menanggapi panggilan Allah.
Keempat, bagi umat yang ingin menjadi imam atau suster, lawan jenis merupakan tantangan yang selalu menyelimuti dalam kehidupan sehari-hari. Banyak umat yang meninggalkan panggilan Allah hanya gara-gara permasalahan dengan lawan jenis. Persoalan ini memang sepele, namun sulit sekali untuk dihilangkan. Bagi yang imanya kuat, ia akan mampu untuk tetap setia pada panggilan Allah.
Melihat berbagai macam persoalan yang telah ada, maka penting bagi umat Allah untuk membenahi diri, terutama dalam menjawab panggilan Allah, khususnya kaum muda yang diharapkan mempunyai semangat yang tinggi. Semangat inilah yang sebenarnya dibutuhkan oleh Gereja, terutama dalam membenahi masa depan. Dari persoalan-persoalan tadi, dampaknya dapat dilihat secara langsung pada calon seminaris yang mendaftar tiap tahunya, yang dirasa semakin berkurang. Misalnya, calon siswa Seminari St.Vincentius A Paulo – Garum yang mendaftar semakin sedikit. Pada tahun ajaran 2008/2009 yang mendaftar berjumlah 66 anak, namun itu hanya gelombang ke 1 dan tidak dibuka gelombang ke 2, karena dirasa sudah memenuhi. Pada tahun ajaran 2009/2010 yang mendaftar berjumlah 47 anak, sehingga dibuka gelombang ke 2 dengan 18 anak yang mendaftar. Tahun pelajaran berikutnya yang mendaftar semakin sedikit, yakni gelombang pertama 55 anak dan gelombang ke 2 hanya berjumlah 9 anak. Dan pada tahun pendaftaran ini, jumlah yang mendaftar semakin sedikit, yakni hanya 51 anak.
Secercah Harapan
Melihat jumlah calon seminaris yang semakin tragis tiap tahunya, sangat jelas sekali, bahwa panggilan pada zaman sekarang sangatlah minim dan mulai luntur. Tidak adanya perhatian kaum muda bagi Gereja, membuat Gereja semakin tertekan. Untuk itulah panggilan Allah perlu ditekuni. Hal ini juga tidak lepas dari persoalan-persoalan dalam menanggapi panggilan Allah, terutama dalam perkembangan zaman yang semakin modern.
Perlu adanya penggerak untuk menggairahkan kembali umat Allah, terutama kaum muda yang menjadi generasi penerus Gereja. Penggerak itu adalah orang tua sendiri, yang menjadi pendorong bagi kaum muda dalam menjawab panggilan Allah. Terlebih-lebih jika kita mengingat bagaimana perjuangan Yesus memanggul salib sampai di bukit Golgota dengan penuh darah yang melumuri tubuhnya. Memang kita tidak merasakan, namun sakitlah hati Yesus, jika kita tidak mau mengerti dan menanggapi panggilan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar anda untuk membantu saya bila ada kesalahan dalam penulisan blog ini!